Total Tayangan Halaman

24235

Senin, 28 Agustus 2017

Gereja Arena Pertandingan?

Tulisan sederhana yang hendak saya mulai ini didasarkan pada pengalaman berjemaat. Sebelumnya, saya perlu mengklarifikasi penggunaan istilah "berjemaat", yang tidak saya artikan dalam arti teknis-struktural, yang kalau demikian artinya dibatasi pada kapasitas sebagai pendeta. Istilah ini bermakna luas meliputi warga jemaat yang mengambil peran dalam proses-proses berjemaat atau bergereja. Catatan reflektif ini bersumber dari konteks kedua ini, sejak saya juga tidak mewakili kapasitas struktural tadi.


Gereja adalah komunitas dimana pertandingan merupakan salah satu cara menggereja. Dalam tulisan-tulisan Rasul Paulus, terutama dalam I Korintus 9, I Tim. 6, dan II Tim. 4, muncul istilah pertandingan (atau dalam bentuk kata kerja "bertanding" sesuai terjemahan LAI). Dalam bagian-bagian ini, Paulus mengandaikan gereja sebagai sebuah komunitas yang berada dalam arena pertandingan, dan bahwa pertandingan adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, sama seperti ia sendiri pernah menjadi petanding. Dengan begitu, jelaslah bahwa Paulus sendiri tidak alergis terhadap pertandingan, dan sadar betul bahwa mau atau tidak, gereja sebagai komunitas iman harus menghadapinya.


Sekalipun, tiga bagian teks ini berasal dari Paulus, tetapi ketiganya memiliki konteks yang sangat berbeda. Konteks di sini adalah konteks historis yang di dalamnya teks ini ditulis dan metafora "pertandingan" dipergunakan oleh Paulus untuk menjelaskan kenyataan yang sedang dihadapi oleh gereja masa itu. Oleh karena itu, saya membatasi tulisan ini penggunaan istilah pertandingan dalam I Tim. 6:12a.


Teks itu berbunyi: "Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal". 


Sebelum saya mengemukakan pemahaman saya tentang teks ini, saya kira ada hal menarik dari bahasa Paulus di sini. Ia tidak menggunakan istilah "kompetisi" (setidaknya begitu yang diterjemahkan oleh LAI), tetapi pertandingan. Ketika saya melacak arti kata pertandingan dalam KBBI saya menemukan bahwa istilah ini digunakan secara terbatas untuk konteks yang juga terbatas, yaitu konteks perlombaan olahraga. Jadi, pertandingan adalah perlombaan. Ini berbeda dengan istilah kompetisi. KBBI menyediakan keragaman makna: kejuaraan, kontes, pertandingan, persaingan, dan rivalitas. Istilah kompetisi nampaknya jauh lebih umum dan ambigu dari istilah pertandingan yang bermakna khusus atau terbatas. Kompetisi bisa diartikan pertandingan, tetapi pertandingan belum tentu diartikan dengan kompetisi, sejak kompetisi itu mencakup makna rivalitas (permusuhan, pertentangan, dan perkelahian). 


Inilah menariknya Paulus. Ia tahu betul bahwa gereja harus bebas dari rivalitas - dari kompetisi -, tetapi tidak dapat dibebaskan dari pertandingan dalam konteks makna perlombaan tadi. Perlombaan sendiri adalah keadaan dimana dua pihak atau lebih berusaha untuk menunjukkan yang terbaik dari dirinya sehingga yang terbaik itulah yang akhirnya dipergunakan sebagai "example" untuk menginspirasi pihak lain.


Nah, pernyataan Paulus dalam teks ini mengindikasikan bahwa "bertanding" adalah sebuah imperasi atau perintah dan "pertandingan" adalah kenyataan atau realitas yang sedang dihadapi oleh gereja. Dalam pertandingan, gereja harus bertanding, tidak bisa tidak. Realitas yang dihadapi menuntut gereja untuk tidak tinggal diam, apatis dan statis, melainkan harus dinamis, bergerak, dan berani. Gereja atau warga gereja yang tidak bersedia bertanding adalah warga gereja yang tidak bersedia menginspirasi orang lain dengan kebaikan dan potensi yang dimilikinya. 


Lantas, pertanyaan kita sekarang adalah apakah maksud pertandingan dalam perintah Paulus itu? Apakah pertandingan yang dibayangkan olehnya adalah pertandingan yang bersifat materialistik atau kekuasaan? Dan apakah pertandingan itu dimaksudkan untuk mempertontonkan bahwa kitalah yang paling mampu, paling pantas, atau paling layak mendapat pujian? Apakah pertandingan itu harus menciptakan segregasi atau ruang terpisah antara kita dengan mereka? Saya kira tidaklah demikian!


Kalau kita membaca teks ini secara holistik dengan mempertimbangkan aspek historisitasnya, kita akan menemukan sesuatu yang sangat berbeda. Pada saat teks itu ditulis, Rasul Paulus tidak sedang berada dengan jemaat dan karenanya memberi kepercayaan kepada Timotius, murid sekaligus rekan perjalanannya, untuk merawat jemaat yang tengah tumbuh di tengah ancaman, baik internal (dari dalam jemaat sendiri) maupun eksternal (dari kelompok filsafat dan Yudaisme di luar gereja). Dua tantangan ganda ini adalah lawan tanding gereja kala itu. 


Secara retrospektif, ayat 11 yang mendahuluinya bisa membantu kita memahami pertandingan seperti apa yang dikehendaki oleh Paulus. Pertandingan yang harus dimenangkan oleh jemaat adalah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Di sinilah letak kekuatan makna pertandingan iman yang digagas oleh Paulus. Saat lawan tanding jemaat yang sedang dipimpin oleh Timotius diperhadapkan dengan tantangan internal dan eksternal tadi, Paulus justeru memprovokasi jemaat untuk menunjukkan yang terbaik yang mereka miliki dan itu adalah keadilan, kesetiaan, kasih, dan kelembutan. Ia berusaha mempengaruhi jemaat untuk terus bersikap adil, setia, kasih, lemah lembut kepada mereka yang justeru melemahkan jemaat, baik dari luar maupun dalam jemaat sendiri. 


Kepada lawan tandingnya, gereja dituntut untuk menunjukkan potensi keadilan, kesetiaan, kasih, dan kelembutan yang adalah kualitas-kualitas yang mesti ditunjukkan. Kualitas-kualitas ini jelas berbeda dari arogansi, kesombongan, rasa superioritas yang berlebihan, dan rivalitas yang membuat perpecahan semakin dipertajam. Paulus sadar betul bahwa hanya kualitas-kualitas itulah yang bisa membawa jemaat ke dalam "hidup yang kekal", yakni sebuah kondisi ideal dimana permusuhan diakhiri, ketidakadilan diputuskan, dan arogansi serta kesombongan ditumbangkan. 


Nah, kembali pada pengalaman berjemaat tadi. Saya kira banyak jemaat dan atau warga jemaat yang terjebak dalam kompetisi yang semakin mempertajam potensi rivalitas dalam jemaat sebagai keutuhan Tubuh Kristus. Di sini arogansi sektoral dalam jemaat adalah tantangan yang cukup besar yang melahirkan pertandingan yang tidak benar, yakni pertandingan yang tidak mempertunjukkan potensi sebagai modal untuk menginspirasi, tetapi justeru sebaliknya untuk memposisikan diri sebagai yang superior - merasa yang paling hebat dan yang lain tidak. 


Jika untuk menghadapi lawan tanding jemaat mula-mula, jemaat Tuhan mengandalkan kasih, keadilan, kesabaran, dan kelembutan, mengapa sesama gereja atau warga gereja kita harus bertanding dengan arogansi, kesombongan, superioritas berlebihan, dan ambisi untuk mendapat pujian dan pengakuan yang sia-sia?


Selamat bertanding menyambut HUT GPM yang ke-82. 


Laut Sumatera, 28/08/17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar